mengenai saya

Foto saya
Masih berdiri dan bertahan ditengah ribuan orang yang siap menjatuhkan. Itu bukan hl yang mudah untuk ditakhlukkan. Kecuali jika kita punya harapan, dan disitu pula kita akan bertahan dan berjuang. By 3rina3lga

Kamis, 30 Maret 2017

cerpen dalam sebuah harapan


 kembali hadir sebagai penulis blogger, semoga cerpen ini menginspirasi. komentar anda sangat membantu , terimakasih





Dalam Sebuah Harapan


                Sesuatu yang sangat baru..!! ya, Dia menjadi murid baru di sekolah yang baru. Meninggalkan jejak 3 tahun berbaur di SMP yang dia cintai, sekarang langkah kakinya harus berjalan dan lebih jauh dari yang dulu dicapai. Sekarang dia sudah menjadi murid SMA tervaforit di daerahnya.
            Erin, itulah sebuatan namanya. Seorang cewek yang tidak begitu tinggi dan terlihat imut dengan gayanya sendiri, semenjak beradaptasi di sekolah yang baru dan penawaran ekstra kurikuler yang juga berbeda dari SMP nya dulu, entah kenapa Erin lebih memilih untuk mengikuti ekstra pianika. Ekstra itu sebenarnya sangat sedikit yang mengikuti bahkan dapat dihitung dengan jari.
“Luna.. yuk ikut ekstra pianika..!!” ajak Erin kepada teman sebangkunya.
“apa? Aku nggak suka main music, aku kan udah ekstra basket” ucapnya sambil menengadahkan kepala, dia bukan tipekal cewek sombong tapi itulah gayanya yang terlihat sedikit berwibawa.
“ah kau ini....ya udahlah aku nggak jadi ikut ekstra pianika.”
“loh? Kenapa?” tanya Luna yang menjadi penasaran.
“nggak ada temennya Lun, aku nggak mau lah sendirian..” melihat ekspresi Erin yang murung membuat sahabatnya tertawa,
“hahaha, kamu aneh Er, kan bakal punya kenalan”
Sedikit Erin berfikir tentang siswa yang ikut di ekstra pianika.
“aku hanya mengenal satu orang, yang dulu satu SMP dengan kita..”
“oh iya? Siapa?” Luna pun mendengarkan pembicaraanku dengan sangat antusias.
“  Evan..!”
            Setelah lama kami berbicara, hingga tak sadar jika yang sponsor ekstra itu telah pergi. Ya mungkin tak akan kembali ke kelas ini lagi jika tak Erin yang menghampiri.
“terlalu payah kamu Erin..!! harapan kok nggak pernah bisa kamu wujudin!” ucap Hati ku yang kesal dengan sikap ragaku sendiri.
Satu minggu berlalu begitu saja, tanpa ada hal yang menarik minatku hingga kepala Sekolah mengumumkan jika sekolahan akan melakukan sayembara untuk murid yang bertalent dan serasi untuk masuk di salah satu ajang nasional SerambiBAtik.
“ajang apaan sih itu?” tanyaku kepada Luna.
“itu lomba pasangan yang serasi dan memakai batik. Lalu mereka berjalan sambil memberikan sesuatu yang unik pada juri..”
“wow benarkah? Waahhh...!!” ekspresi girang dari Erin membuat sahabatnya bingung, kenapa bisa Erin girang? Padahal Erin kan tidak ikut mewakili lomba itu.
            Setelah puluhan siswa dipanggil ke ruang guru dan mengetahui jika Erin tidak dipanggil, hatinya terlihat terpukul karena lagi – lagi harapannya kosong.
“Erin.. aku bersyukur deh.”
“kenapa?”
“ya karena aku nggak diikutin lomba SerambiBatik itu..”
Dalam hati Erin sangat bingung, seharusnya kan bersyukur ketika mengikuti acara lomba itu. Kini kelas terasa sedikit sepi, ketika lima temannya ikut dalam pemilihan itu.
“lalu sekarang kita ngapain? Semua guru kayaknya jam kosong Luna..”
“yasudah, kita nglukis aja..!” ucapnya dengan sangat santai sambil memegang kertas berukuran A3, tiba – tiba kakak kelas masuk ke kelas Erin di XA2.
“permisi adek – adek.. kakak mau pilih satu orang lagi dari kalian..” ucap kakak Tina, iya dia juga senior saat Erin masih SMP. Setelah kakak itu memandangi satu per satu dari siswa, dia menunjuk Erin sebagai salah satu acara lomba SerambiBatik itu.
“hah..!!” Erin sangat scokk.. hingga dia berdiri dari tempat duduknya. Luna terlihat memandangi Erin dengan wajah datar.
“aku ya kak..!”
“iya dek, kamu dek Erin kan?” rupanya kak Tina itu tak lupa dengan salah satu juniornya di masa SMP. Setelah sampai diruang guru, Erin menengok ke kanan dan ke kiri..
“waduh..!! kok semua udah sepasang – sepasang sih? Dan aku sendirian, emang ada ya lomba kayak gini yang sendirian? Masak aku jadi janda?” ucap otaknya dalam hati. Karena tak ingin bertanya terlalu larut dengan hatinya, Erin memberanikan diri bertanya pada kak Tina.
“kak Tina..” sambil melambaikan tangan, kak Tina berada 180 derajat dari tempat duduknya sekarang.
“pasanganku mana kak?”
“bentar dek, aku carikan dulu...!”

            Hingga pada akhirnya kak Tina dan seorang murid yang sudah Erin kenal namun tak pernah akrab sebelumnya. Iya, cowok itu teman se ekstra dulu.
“udah kenal kan dik?” tawaran kak Tina sangat lucu dimata Erin.
“oh, kenal kok kak.. cuman nggak akrab”
Akhirnya kami duduk berdampingan, sedikit canggung meski kami teman se ekstra dulu.
“kita berpakaian batik ya..!!” awalnya aku tak menjawab pertanyaan itu, karena ku fikir pertanyaan itu diajukan pada teman sebelahnya.
“hey, Erin..!! kok nggak jawab pertanyaanku.” Akupun jadi terkejut, dan tak menyangka dia tau namaku.
“oh, ehm.. iyaa, Evan kau ternyata sudah tau namaku?”
“tentu saja. Dulu kau ikut ekstra bulu tangkis kan? Tapi sampek sekarang belum tinggi – tinggi...” ucap Evan sambil bercanda renyah.
            Beberapa pertemuan selama ini membuat Erin dan Evan menjadi lebih dekat, meski rasa canggung yang Erin alami belum hilang begitu saja. Sama saja dengan Evan, ia juga selalu mencari kata – kata agar dia dan pasangannya di lomba SerambiBatik bisa terlihat serasi nantinya. Setelah menentukan berbagai konsep dan juga pakaian akhirnya siap juga saat acara itu akan digelar.
            Acara ini digelar disalah satu gedung dekat sekolahnya. “Erin kau dimana?” sebuah pesan dari Evan. Erin terlihat tersenyum tipis membaca pesan itu. Ya, mereka bertukar nomor ponsel agar lebih mudah berdiskusi untuk menentukan konsep salon.
“aku masih dirumah Evan..” saat membaca sms dari Erin, Evan terlihat sangat terkejut dan mengatakan. “apa pasanganku sudah gila? Acara kan kurang 15 menit lagi...” sambil memukul keningnya. Kak Tina yang melihat ekspresi Evan dari tadi spontan menghampiri Evan.
“Evan, jangan pegang kening. Kamu lupa kalau sekarang kamu pakek bedak?” ucap kak Tina dengan nada meninggi. Mereka akhirnya sibuk memberikan bedak lagi ke kening Evan. Hingga tak menyadari jika Erin sudah datang dengan gaun berbentuk elegan dengan riasan yang ungu menyala memberikan kesan yang sangat cantik. Gaun ini berlukiskan sebuah batik yang sangat indah.
“waahhh... kenapa kalian terlihat sangat serasi?” ucap kak Tina yang kagum begitu melihat Evan dan Erin menggunakan batik gaun ungu yang menawan ini.
            Sampai pada awal acara, saat mereka menunggu giliran. Dan tiba pula saatnya Erin dan Evan memasuki ruang juri. Begitu banyak penonton didalamnya bahkan ada juga polisi yang bertugas sebagai pengaman di sana. Semua begitu melongo bahkan tepuk tangan terlebih dahulu sebelum mereka berkata sedikitpun.
“oh, juri.. kenapa penonton sangat ramai?” geliat canda tawa Evan sangat tak serius sama sekali, pikiran Erinpun menjadi bingung bagaimana mereka bisa menang nanti? Apalagi Evan tidak serius didepan juri.
“Evann...” senggol tangan Erin yang memberikan kode untuk serius pada Evan. Tak disangka Evan akan menggandeng tangan Erin meski tak berhasil.
“hey juri, yang cewek melepaskan tangan...”
“iya juri., pegang dong..”
“gandeng mbakk...!!”
“waahhh kalian serasi..” itulah ucapan berisik para penonton yang membuat berisik ditelingaku, tapi justru itulah penyemangat Evan, yaitu sorakan dari penonton.
Disitu aku sedikit mengenal Evan, ternyata dia sangat aneh, lucu dan entahlah apa itu sebutannya.
“oh iya juri, kami tidak banyak punya talenta yang dapat membuat kalian terkesima ketika kami memainkan sebuah alur.”
“Evan, kamu ngomong apasih?” ucap Erin yang bingung, pasalnya selama latihan mereka mempelajari tentang materi KIMIA dan juga SASTRA. Tapi ini sama sekali tak disebutkan dari Evan.
“Erin, aku seketika lupa dengan materi yang udah kita pelajari, aku hanya ingat tentang nyanyian mesra dan juga foto selvi yang sangat unik..” Evan membisikkan itu ditelinga Erin. Tanpa lama berfikir Erin langsung menggandeng tangan pasanga buatan nya itu.
            Mereka berpose yang tidak sesuai dengan logat gaun Erin yang anggun dan panjang itu, bahkan Evan juga membiarkan jas yang ia pakai tak berwibawa sedikitpun. Mereka justru action yang sangat lucu dan membuat semua orang tertawa dan mengabadikan momen itu. Hampir semua orang memotret mereka diatas panggung.
“yang benar saja? Mereka terhibur?” ucap Erin kembali membangunkan otaknya. Duet bersama itu juga tercipta, tak pernah disangka pada Erin, kalau Evan memiliki suara emas. Terkejutnya lagi ketika pengumuman ternyata pasangan itulah yang menang.
“kita?” ucap Erin meyakinkan.
“santai... aku sudah tau kalau kita akan berhasil.” Erin masih sangat tak percaya, karena obrolan dengan juri tadi tak ada seriusnya sama sekali.
“aku tak pernah membayangkan sebuah harapan berhasil..” ucap Erin yang kini mengerutkan alisnya, dengan rambut tergelung rapi dan beberapa aksesoris terlihat mempercantik penampilannya.
“sekarang kau tak perlu membayangkannya lagi bukan? Akupun bingung kenapa semua berkata kita serasi..”
            Aku hanya bisa membalas perkataan Evan itu dengan senyuman. Setelah penghargaan berupa piagam itu diserahkan untuk kami berdua, hati ini sangat berdebar kenyamanan mulai tercipta dihatiku.
“Erin aku tidak membawa tas sama sekali, aku titip piagam ini ya..!! besok aku ambil dikelasmu” dan Erin menganggukkan kepala. Saat mereka keluar dari gedung, Evan dengan sangat santainya menyapa polisi dan semua orang yang ia tak kenal.
“kau mengenalnya?”
“tidak, nggak ada yang aku kenal selain kamu..”
“kok PD banget sih? Pakek menyapa mereka lagi.”
“santaiiii...” ucap Evan sambil sedikit joget dengan menjinjitkan kakinya ketika mendengar lagu anak – anak seperti meletus balon hijau itu.
“Evan, udah ah.. jangan joget malu – malu in tau..”
Tapi Evan justru memegang tangan Erin dan akhirnya mereka jadi PD dengan berdua.
“bukankah semua bilang kita serasi? Kenapa harus malu?”
            Kini Erin menyerah, dan ikut bernyanyi lagu anak – anak dan bernyanyi bersama Evan. Acara itu terlihat cepat berlalu, tak disangka hari sudah malam dan terasa kesepian lagi disini. Erin bahkan lupa kalau ternyata Evan bukan kekasihnya, dan mereka hanyalah pasangan ketika lomba. Tapi lomba itu sudah berakhir sejak tadi sore, itu artinya mereka kembali lagi sebagai teman. Hidup sangat mudah dimanipulasi.
Hari bahkan berlalu, tapi kenapa Erin mulai memikirkan Evan? Orang yang dulunya tak pernah dibayangkan dari hidupnya. Nama yang tak pernah disebut dalam setiap doanya untuk dijadikan kekasih, bahkan wajah Evan tak pernah terlukis di hati Erin sebelumnya. Tapi seperti sulapan, ketika sekarang Erin memikirkan Evan, teman SMPnya itu.
Beberapa hari ini mereka berjanjian untuk bertemu karena piagam Evan masih dibawa Erin tapi rupanya Evan terlalu sibuk hingga tak ada waktu untuk menyempatkan mengambil piagam. 3 hari kemudian, Erin menghampiri Evan di lapangan, dia tau jika Evan dilapangan karena Evan mengikuti paskibra.
“makasih Erin..”
“oke, kamu ikut ekstra apa aja sih Van?”
“wah kepo nih?”
“cuman pengen tau Van..”
Akhirnya Evan memberitahukan pada Erin kalau Evan mengikuti Paskibra dan ekstra Pianika. Memang tak salah dengar, Erin dulu juga menginginkan ekstra Pianika. Semenjak itu entah apa yang terjalin diotak Erin dia selalu mengaitkan sesuatu yang kebetulan itu sebagai keserasian. Erin menyukai Evan bahkan nama mereka sedikit mirip kan? Masih banyak lagi sebuah kebetulan ketika mereka berpapasan dan saling memandangi bahkan ketika mereka telat bersama dan dihukum bersama.
Ternyata tidak semua bertepuk sebelah tangan, Evan juga diam – diam memikirkan Erin, baginya Erin adalah wanita yang tidak sempurna.. tubuhnya kurang tinggi  dan dia sedikit gemuk tapi ketika lebih dekat dengan Erin, Evan merasakan kenyamanan dan mereka juga humoris, keduanya sering memberi kode  yang tidak jelas ketika tak sengaja bertemu.
“kamu sama Evan kok cocok ya Er?” tanya sahabatku Luna.
“ah yang benar saja? Kami sudah bukan pasangan lagi”
“wajah dan sikap kalian terlihat berbeda, ketika kalian berpapasan..” Luna memang pengamat yang jitu. Dia bahkan memperhatikan kami tanpa salah sedikitpun.
Tapi seperti hukum kehidupan, tidak semua akan selalu manis dan indah kan? Begitu pula tentang cinta diam – diam yang mereka rasakan. Ketika Evan bercanda dengan wanita lain, timbul rasa cemburu dari Erin. Disitu Erin yakin kalau Evan tidak mencintai Erin itu hanya perasaan Erin saja jika dia menganggap Evan mencintainya.
            Entah sampai kapan cinta itu terungkap, akhir semester seperti ini membuat mereka jarang bertemu meski satu sekolah. Tak disangka, harapan memang menjanjikan dua hal untuk setiap makhluk hidup.  Dengan harapan seseorang mampu bertahan dan berjuang, setidaknya itulah yang dilakukan Erin dan Evan.  Cinta pasti akan kembali ke pemiliknya bukan? Mungkin butuh waktu untuk mereka bersatu, tapi kini Evan sering menulis sesuatu untuk Erin dan ditaruh di jok motor Erin.
“semangat ya yang lagi ulangan harian Fisika..”
“semoga berhasil untuk tes pidato hari ini..” ya ucapan singkat seperti itu sering menempel dijok motornya, hingga Erin begitu penasaran dan sasaran utama tentang surat misterius itu adalah Evan. Erin memberanikan diri untuk menulis surat seperti itu dan ditaruh dijok motor Evan.

“makasih Evan..” Evan terlihat terkejut ketika mendapati surat pendek itu dan Evan menghampiri Erin dan menanyakan kenapa dia bisa tau tentang surat yang sering ditinggal dijok motor Erin. Disitulah cinta mereka terungkap, ketika keduanya tau bahwa mereka saling cinta. Cinta memang hadir dengan kebetulan belaka, kejadian yang membuatnya semakin akrab, tentang sebuah harapan kecil yang menjanjikan sesuatu yang bahagai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar