kalli ini saya akan menampilkan cerpen yang saya buat dengan hasil pemikiran sendiri tanpa meng copy paste tulisan internet yang lainnya
anda dapat melihat tulisan cerpen atau naskah tulisan lainnya di erinaelga.blogspot.com
beri komentar agar saya dapat memperbaiki tulisan - tulisan yang akan saya buat dengan tema yang berbeda
KAU
SADAR SAAT AKU PERGI
Matahari kembali menampakkan sinarnya dibumi dan
disitulah kehidupanku dimulai, namaku Rena gadis berusia 15 tahun dan menjalani
pendidikan disekolah SMA FAVORIT 1 daerahku. Keluargaku masih lengkap ada kedua
orang tua dan satu kakak perempuan namun entah kenapa kami tidak bisa saling
menyatu bahkan untuk dikatakan sebagai keluarga. Pagi ini aku mendapatkan
kesempatan untuk mengikuti lomba Kimia, bukan ditempat mewah dan Internasional
melainkan disekolahku sendiri dan lawannya hanya antar kelas. Aku berfikir ini
adalah sebuah kebanggaan tersendiri saat namaku mewakili kelasku, sepulang
sekolah aku tidak sabar ingin pulang dan menceritakan semua ini kepada ibuku
aku yakin ibu pasti bangga denganku.
“ibu.....aku
dapat kesempatan untuk mengikuti lomba Kimia” senyumku yang tulus ternyata tak
berarti sama sekali “benarkah?” respon ibu sangat biasa. “iya bu, apa ibu bisa
bangga denganku?” tanyaku begitu penasaran dan jawabnya sama saja “sudahlah
Ney, kamu hanya mewakili kelas bukan mewakili sekolah dan belum tentu kamu
menang kan? Apa yang bisa ibu banggakan darimu?” ketus ibu begitu menyayat
perasaanku. Dari situ aku menyadari kebenaran omongan ibu. “jika kakakmu dia
sudah jelas, di kelas tersibuknya mempersiapkan UN masih sempat mendapatkan
banyak sertifikat” aku hanya diam memandangi ibu, aku tidak suka dibanding –
bandingkan dengan kakakku.
Begitupun
dengan ayah, dia hanya bangga dengan kakakku dan mengatakan aku gemuk, jelek,
bodoh seolah semua kekurangan selalu ada padaku. Aku tidak tau pasti kenapa
mereka sangat benci denganku dan selalu menganggap kakak adalah anaknya yang
terbaik. Aku bisa apa? Pernyataan kedua orang tuaku sudah pasti, dan mungkin
akan selamanya dia menyanjung kakakku. Berita lomba Kimia ini rupanya tidak
membuat mereka bangga denganku dan akupun kembali kesekolah tanpa doa dari
kedua orang tuaku. “ibu,ayah aku tidak tau kenapa kalian selalu membenciku..”
ucapku dalam hati. Langkah kaki ini selalu meragukan, setiap langkah yang
kujalani tak pernah berguna untuk siapapun. Pukul 10 pagi ini pemenang lomba
diumumkan, ternyata aku mendapat nomor urut 4 dari 9 kelas. Aku rasa nomor urut
ini pun tak ada artinya jika kuceritakan pada orang tuaku.
Sore
ini hujan turun sangat deras sampai aku tak mungkin bisa pulang menuju rumahku,
tiba – tiba ibu menelfonku “Ren, apa kau bawa mantel?” ucap ibu tergesa – gesa.
“bawa bu, ada apa?” dan ternyata aku disuruh menjemput kakakku disekolah. Jika
aku tetap menjemputnya berarti aku harus rela kehujanan bahkan aku akan terkena
flu “bu, ini hujan bagaimana aku bisa.........” ucapanku dipotong “jangan
banyak bicara, kasian kakakmu” tak ada lagi yang bisa kuperbuat. Percuma jika
menentang ucapan ibu ujung – ujungnya pasti aku yang menjadi sasaran.
Aku
masih berseragam sekolah sambil memegang payung dan berada digerbang sekolah
SMA ISTIMEWA, aku melihat sepasang kekasih berjalan menghampiriku ternyata
kakakku dan kekasihnya. “loh..kok kamu disini Ren?” ucapnya terkejut. “ibu
menyuruhku untuk menjemputmu kak!” sambil kiss jarak jauh dengan kekasihnya dan
logat centil kakakku dia bergegas menuju motorku dan kamipun pulang dalam
keadaan baju basah. Sesampainya dirumah ibu hanya menyiapkan satu handuk untuk
dipelukkan ditubuh kakak “bu..mana handuk untukku?” kakak hanya melirik
kearahku tanpa memerdulikan tubuhku. “kau tadi pakai mantel kan? Sedangkan
kakakmu? Dia hanya payung” ucap ibu yang selalu menyepelekan keadaanku.
Akhirnya kakak melempar handuk sisanya ketubuhku, “nih..aku kasih” ucapnya
sambil berjalan masuk rumah.
Aku
masih berdiri didepan pintu dengan tangan kiri yang memegang tas hitam dan
tangan kanan yang merangkak mengambil handuk mataku masih melihat persis
bagaimana perlakuan mereka denganku kini ibu dan kakak masuk dalam rumah,
mereka tak tau aku diluar sini sedang menangis setiap hari sakit batin ini
selalu membekas. “bu kenapa kau tak adil denganku?” ucapku lirih sambil
bergegas masuk kedalam. Malam harinya tubuhku terasa panas, mungkin aku demam
hujan tadi turun begitu lama dan menyurutkan kesehatanku. Aku mencoba
menganggap demam ini biasa dan bergegas membuka laptop untuk meneruskan naskah
novel yang ingin kukirimkan disalah satu penerbit didaerahku. Ayah yang tak
sengaja melewati kamarku berkata “Ren..kamu bisa nggak sih belajar? Dari dulu
mainan laptop aja gak berguna sama sekali” aku hanya bisa memejamkan mata, tak
perlu membalas perkataannya “lihatlah ayah!! Aku pasti bisa sukses..” ucapku
dalam hati
Tapi
aku tetaplah manusia biasa, aku juga tidak tahan jika terus – terusan dihina
dan direndahkan oleh keluargaku sendiri. Pagi ini adalah hari minggu semua
keluargaku pasti sedang berada diruang tamu dan menonton kartun, aku
memberanikan diri untuk menanyakan sikapnya yang tak pernah adil “bu...” mereka
tetap asyik menonton kartun. “ayah......” dan mereka justru tertawa melihat hal
lucu yang dilakukan dikartun itu. Air mata ini menetes begitu saja, perasaan
ini selalu muncul ketika mereka menganggapku seolah tak ada didunia lagi.
“ibu.....ayah.....” ucapku menjerit agar mereka mendengar suaraku dan kini ibu,
ayah, dan kakak menatap wajahku yang berdiri disudut pintu. “kenapa kalian tak
pernah memerdulikanku?” protes ini justru dikatakan jika sifatku masih kanak –
kanak. “Ren, apaan sih? Gak penting” ucap kakak sambil berpaling membelakangi
wajahku. “itu hanya perasaanmu saja” ucap ayah sambil kembali memalihkan
wajahnya ke tv, “lalu, kenapa kalian tak mengajakku duduk dan menikmati acara
tv bersama?”
Dan
merekapun meng iya kan aku duduk diantara ibu dan ayah. Tapi tetap saja mereka
hanya tertawa dan aku hanya diam merenung disamping kegembiraan mereka.
Kepalaku terasa sangat pusing sehingga aku memutuskan untuk istirahat dikamar.
“kau mau kemana?” ucap kakakku. “sudahlah, aku tak penting” dan akupun
meneruskan berjalan. Setelah beberapa langkah keluar dari tempat itu aku
menengok kehadapan mereka dan mereka tetap melanjutkan nonton tv, tanpa
memanggilku untuk kembali. Sesampainya dikamar aku memandangi bingkai kecil
yang berisikan foto saat aku masih Sekolah Dasar, disitu ada ayah yang
menggendongku dan ibu yang memegang tanganku sedangkan kakak sedang memegang
dua balon dan berada dipelukan ibu.
“aku
sangat merindukan masa indah ini..apa secepat itu kalian berubah?” pertanyaan
ini selalu menghantui pemikiranku hingga aku terlelap dalam tidur. Tiba – tiba
bunyi telfon tanpa nama mengejutkanku hingga terbangun dari tidur “iya.. ini
siapa?” ucapku setengah sadar ternyata ini adalah penerbit yang ingin melihat
naskah novelku “owch, baiklah nanti akan saya kirim” semangatku kembali hadir
ketika ada kesempatan baru untuk menjadi penulis, ini hanya iseng belaka
sebenarnya naskah novelku berisi tentang sindiran saat keluargaku tak pernah
menganggapku. Naskah ini sudah kukirim dan tinggal menunggu tiga hari untuk
konfirmasi naskahku. “Ren, ayo makan..” ucap ayah sambil mengetok pintu kamar
dan akupun bergegas menuju ruang makan. “dimana kakak?” ucapku bingung, karena
biasanya kakak selalu duduk dikursi pink yang sangat indah itu. “kakak sedang
shopping dengan ibumu”
“kenapa
aku tidak diajak? Ah sudahlah.. akukan bukan orang yang mereka butuhkan” ucapku
dalam batin. Makan siang ini hanya ada aku dan ayah, 2 jam kemudian terlihat
ibu dan kakak bercanda sepanjang perjalanan menuju ruang tamu. Mereka terlihat
saling bercerita tentang kejadian seru tadi di mall aku mengintip melalui
kamarku dan sesekali kepalaku pusing aku hanya bisa memegangnya menggunakan
tangan kananku. Senja ini cuaca tak seburuk kemarin, dilangit terlihat beberapa
awan menyelimuti matahari dan kicauan riang burung diudara aku menghirup udara
senja selepas hujan rasanya memang nyaman dan tenang. Dimeja belajar kamarku
aku menuliskan selembar surat untuk keluargaku. Entah perasaan apa yang
melambangkan hatiku saat ini, namun ingin sekali aku menuliskan selembar surat
untuk mereka, lalu aku keluar mencari udara sejuk ditengah perjalanan kepala
ini semakin sakit hingga aku terjatuh dan tak sadarkan diri.
“ibu,.apa
kita tak pernah memperdulikan Rena?” tanya kakak. “maksudnya?” dan kakak pun
menjabarkan isi hatiku yang ternyata dipahami oleh kakak. Lalu ayahpun mengetok
pintu kamarku “Ren, ayo ikut ayah belanja” ucapannya begitu pelan. Tak ada
jawaban dariku, itu karena aku sedang berada dirumah sakit selepas aku pinsan
tadi. “Rena tidak ada dikamarnya!” ucap ayah sangat kaget. Kakak berlari menuju
kamarku dan mendapatkan selembar surat itu jatuh dikakinya. “apa ini?” ucapnya
begitu penasaran dan kakak membaca surat ini, ibu juga ada dikamarku.
“ibu..ayah..kakak..aku
tak tau kesalahanku selama ini hingga kalian tak pernah menganggapku, aku juga
tak tau kenapa aku ingin menulis surat ini untuk kalian. Beberapa hari yang
lalu kepalaku pusing aku berfikir ini hanya pusing biasa tapi setelah kurasakan
pusing ini sangat sakit bu.. aku pergi dari rumah untuk mencari udara yang
sejuk. Jika pulang nanti aku sudah pergi jauh dari kalian..tolong doakan aku!
Aku menyayangi kalian, aku tak pernah ingin baju,atau pujian hangat untukku!
Sekarang yang kubutuhkan hanya perhatian tulus dari kalian” dan tulisan itu
berakhir, memang cukup singkat lalu nomor tanpa nama menghubungi telfon
rumahku, “ini dari RS.JWANDA” tanpa berfikir panjang mereka bergegas menuju
mobil dan mencariku di RS>JWANDA
Aku
sedang terbaring lemah ditempat itu, mereka semua memelukku aku sangat
bersyukur karena kini mereka bersimpati denganku “makasih..” ucapku sambil
tersenyum. “ayo pulang..” ucap kakak menangis terisak isak. Lalu dokter
menjelaskan penyakit selaput otakku, dan saat takdir memutuskan untuk mengambil
jiwaku disaat itulah aku melihat tangisan tulus keluargaku meskipun kesadaran
itu sudah terlambat, kini jiwaku sudah berada diawan awan aku hanya bisa
melihat mereka tanpa mereka sadari, ternyata aku sudah tenggelam bersama senja.
Sore ini aku meninggalkan dunia dan isinya. “jangan bersedih bu, aku disini
bahagia melihat kalian telah menyayangiku” ucapan ini sama sekali tak bisa
mereka dengar, karena aku telah berada dialam lain.
ih .. sedih ðŸ˜
BalasHapusKerenn 😂
BalasHapus